Sunday, March 20, 2011

Disertasi Kedokteran: Sindrom Keletihan menyisakan Perubahan Terukur di Otak

Sindrom keletihan, juga disebut depresi terbakar dan lelah, menyisakan perubahan yang dapat diukur secara objektif di otak – termasuk berkurangnya aktivitas di lobus frontal dan berubahnya pengaturan hormon stress kortisol. Hal ini ditunjukkan dalam sebuah disertasi terbaru dari Universitas Umea di Swedia.
Sifat kepribadian tertentu meningkatkan kerentanan gangguan psikiatris. Karenanya tim peneliti dari Universitas Umea ingin mempelajari apakah kelompok pasien ini memiliki faktor kerentanan yang dapat menjelaskan perkembangan gangguan mereka. Kelompok pasien dapat dibedakan karena terlihat cemas dan pesimis, dengan merasa lemah terhadap dirinya, yang umum pada banyak gangguan psikiatrik. Apa yang khusus mengenai kelompok ini adalah bahwa mereka sebelumnya adalah orang yang tegar dan ambisius.
Menjadi ambisius, sukses dan cekatan tampak menjadikan seseorang lebih rentan terhadap sindrom kelelahan. Menurut disertasi Agneta Sandström, individu yang menderita sindrom kehausan menunjukkan ingatan yang rusak dan kapasitas daya tarik serta berkurangnya aktivitas otak di bagian lobus frontal otak. Regulasi hormon stress kortisol juga dipengaruhi, dengan berubahnya sensitivitas di sumbu hipotalamik-pituitari-adrenal (HPA).
Disertasi ini mencoba mencari apakah mungkin menggunakan uji neuropsikologi untuk membuktikan dan menjelaskan masalah kognitif yang dilaporkan oleh pasien yang menderita sindrom kelelahan. Selain itu, pasien menunjukkan masalah dalam perhatian dan ingatan bekerja. Pasien juga diminta untuk melakukan uji ingatan bekerja saat berbaring di kamera resonansi magnetik fungsional yang mengukur pola aktivitas otak. Pasien sindrom kelelahan membuktikan kalau ada pola aktivitas berbeda di otak saat mereka melakukan uji bahasa pada ingatan bekerja mereka, dan mereka juga mengaktifkan bagian-bagian lobus frontal yang lebih sedikit daripada subjek sehat dan sekelompok pasien yang baru saja menderita depresi.
Sumbu HPA pada kelompok pasien menunjukkan berkurangnya sensitivitas pituitari, dengan rendahnya sekresi hormon adrenokortikotropik (ACTH) diikuti stimulasi kortikotropin (CRH), serta meningkatnya sensitivitas di korteks adrenal, dengan meningkatnya pelepasan kortisol dalam hubungannya dengan jumlah ACTH yang disekresikan. Ada juga perbedaan dalam ritme harian korisol, dengan pasien yang menunjukkan kurva sekresi lebih datar daripada kedua kelompok lainnya. Para peneliti tidak dapat mendeteksi adanya pengurangan volume hipokampus pada kelompok pasien. Proporsi individu dengan tingkat sitokin interleukin 1 pro pendarahan lebih tinggi pada kelompok pasien.
Ringkasnya, studi ini menunjukkan kalau ada asosiasi antara kepribadian, kesehatan, kemampuan kognitif dan disfungsi neuroendokrinal dalam sindrom kelelahan. Masalah kognitif ini tercermin dalam skor tes yang juga tercermin dalam berbagai pola aktivitas otak pasien penderita depresi kelelahan. Agneta Sandström juga mendapat dukungan karena adanya kesamaan dengan depresi klinis, namun dengan perbedaan yang jelas.
Sumber : Sciencedaily, 19 november 2010

No comments:

Post a Comment