Saturday, June 18, 2011

Disertasi Geografi Sosial: Orang yang Berpindah Jarak Jauh lebih Sering Bercerai

Orang yang bekerja jarak jauh dapat diuntungkan oleh pendapatan dan kesempatan karir, dan memberikan alternatif yang bagus untuk berpindah-pindah kediaman. Namun orang yang bekerja jarak jauh kurang memberi waktu untuk keluarga dan teman dan berakibat pada stress dan masalah kesehatan. Hubungan antar pasangan juga bermasalah dan menurut disertasi dari Universitas Umea, resiko perpisahan 40 persen lebih tinggi pada orang yang bekerja jarak jauh daripada orang lainnya.
Mengembangnya daerah pasar kerja mendorong lebih banyak orang bekerja jarak jauh, dan bagi 11 persen warga Swedia perlu setidaknya 45 menit untuk pergi kerja. Kebanyakan adalah orang tua dari anak kecil dan hidup dengan pasangannya, serta sebagian besarnya adalah laki-laki.
Dalam disertasinya, geografer sosial Erika Sandow dari Universitas Umea memetakan pekerja jarak jauh di Swedia dan memeriksa pengaruhnya pada pendapatan dan hubungan. Penemuannya menunjukkan walaupun pendapatan dan karir meningkat karena bekerja jarak jauh, biaya sosialnya ikut menanjak, dan menurut Erika Sandow, variabel ini harus dibahas pula.
Studi ini mencakup lebih dari 2 juta warga Swedia yang menikah atau hidup bersama tahun 2000, dan hasilnya berdasarkan data statistik Swedia untuk individu ini dari 1995 hingga 2005. Erika Sandow menunjukkan kalau mereka yang bekerja jarak jauh mendapat akses pada pasar kerja yang lebih luas dan sering kali kesempatan karir yang lebih besar dan perkembangan pendapatan yang lebih baik. Namun wanita dan pria mendapatkan manfaat yang berbeda, dengan pendapatan lebih cepat meningkat pada pria yang bekerja jarak jauh. Walau begitu, pasangan pekerja ini kehilangan pendapatan, dan karenanya sebagian besar pekerja jarak jauh adalah pria, ini artinya lebih banyak wanita membawa pulang lebih sedikit uang dan bertanggung jawab atas keluarga dan anak. Juga umum kalau wanita bekerja dalam pekerjaan yang tidak terlalu baik tetapi dekat dengan rumah, atau bekerja paruh waktu, untuk mengantar dan menjemput anak dari penitipan, kata Erika Sandow.
Penemuannya menunjukkan kalau pengembangan daerah kerja umumnya meningkatkan karir pria, dan peningkatan pekerja jarak jauh dapat mendorong perbedaan gender di rumah dan pasar kerja. Di saat yang sama, beberapa wanita yang bekerja jarak jauh mendapat karir yang lebih baik dan bayaran yang lebih tinggi.
Namun, seperti ditunjukkan Erika Sandow, studi sebelumnya telah menunjukkan kalau wanita yang bekerja jarak jauh mengalami lebih banyak stress dan tekanan waktu, dan merasa tidak sukses dalam pekerjaan daripada pria yang bekerja jarak jauh.
Sejumlah besar pekerja jarak jauh memiliki anak kecil dan tinggal menetap di satu daerah. Sebagian besar dari mereka yang mulai bekerja jarak jauh terus melakukan itu, dan lebih dari separuh telah bekerja jarak jauh setidaknya selama lima tahun. Di saat itu, para pekerja ini belajar beradaptasi, menurut Erika Sandow, dan pengalaman mempermudah penciptaan strategi menguasai masalah ini. Namun situasinya adalah tidak semuanya dapat bertahan dalam waktu yang lama. Penemuannya menunjukkan kalau pekerja jarak jauh memiliki resiko 40 persen lebih tinggi untuk bercerai daripada orang lain, dan tahun pertama kerja jarak jauh lah yang paling kritis untuk hubungan.
Walaupun daerah pasar kerja yang mengembang adalah baik untuk pembangunan, biaya sosialnya terikat dengan waktu perjalanan yang panjang yang merupakan faktor yang harus disertakan, tekan Erika Sandow. “Kami tidak tahu apa jadinya pekerja jarak jauh dalam waktu panjang dan apa biaya yang harus mereka bayar demi pertumbuhan ekonomi. Penting untuk menyorot konsekuensi sosial yang dialami pekerja jarak jauh. Sebagai contoh, bagaimana anak dipengaruhi oleh pertumbuhan dengan salah satu atau kedua orang tua bekerja jarak jauh?”

Sumber : ScienceDaily (May 25, 2011)


No comments:

Post a Comment