Thursday, May 19, 2011

Disertasi Psikologi: Gender Tersangka Mempengaruhi Panjang Hukuman

Sebuah studi pada 300 kasus pengadilan simulasi menunjukkan hakim yang berpengalaman, jaksa, polisi dan pengacara membuat keputusan dan membebani tersangka berbeda tergantung apakah mereka laki-laki atau perempuan dan seperti apa penampilannya. Saksi mata kejahatan juga dipengaruhi faktor ini. Hal ini khususnya jelas bila ada waktu yang panjang yang memisahkan kejahatan dan kesaksian. Inilah yang ditunjukkan Angela S. Ahola, dari Jurusan Psikologi, Universitas Stockholm, dalam disertasinya.
Dalam studinya pada kasus-kasus kriminal singkat yang disimulasi, Angela S. Ahola menunjukan kalau gender dan penampilan mempengaruhi penilaian atas kepribadian, pekerjaan, moralitas dan kehandalan serta menciptakan kerangka referensi bagi perilaku kita. Di antara berbagai hal, ia menunjukkan kalau hakim menilai dan mengadili individu tersangka dari gender yang sama lebih parah daripada gender yang berbeda. Di sisi lain, jaksa penuntut, pengacara, polisi dan mahasiswa hukum, tidak peduli gendernya, mengevaluasi tersangka laki-laki lebih keras daripada tersangka wanita. Lebih lanjut, pada anggota perempuan dalam kategori ini, yaitu mereka yang tidak memiliki peran tertuduh dalam proses hukum, perbedaan terlihat dalam evaluasinya tergantung pada penampilan terpidana.
“Sebagian besar orang perlu memiliki konsep mengenai orang-orang yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini normal dalam kehidupan kita setiap hari. Namun jika prakonsepsi yang sama, atau dipandang tidak menyakiti, berperan dalam sistem keadilan, ini artinya orang tidak dipandang sama di depan hukum. Dalam kasus itu, kita kehilangan bagian keamanan dasar yang dibutuhkan masyarakat hukum,” kata Angela S. Ahola.
Angela S. Ahola juga menunjukkan kalau bukan hanya orang dalam sistem pengadilan yang dipengaruhi. Sebuah studi pada saksi mata pada sebuah kejahatan fiktif menunjukkan kalau pelaku laki-laki divonis lebih parah daripada pelaku perempuan yang sama perbuatannya. Bila waktu pisah kejadian dan kesaksian adalah dua minggu, gender berperan lebih besar. Seorang laki-laki akan divonis lebih tinggi lagi daripada perempuan, yang berarti ketika ingatan kita tidak bertahan, kita cenderung mengingat sesuai dengan citra, atau stereotipe, yang kita miliki dalam pikiran kita.
Bukti potret juga memperkuat efek penilaian. Dalam bagian studinya, mahasiswa psikologi diminta berperan sebagai jaksa dan hakim, tersangka yang dituduh membunuh atau membakar dihukum lebih keras jika bukti digambarkan oleh potret lokasi kejahatan.
Angela S. Ahola mengatakan kalau hasil ini penting dalam menilai apakah bukti potret harus digunakan di pengadilan, dengan melihat pada pengaruh yang dapat diberikannya.
“Dengan temuan ini, disertasi ini dapat bermanfaat praktis bagi pemahaman kita mengenai bagaimana sistem pengadilan Swedia dan mungkin negara lain dapat dipengaruhi pengakuan saksi mata, penilaian bukti dan besarnya hukuman,” kata Angela S. Ahola.
Sumber
Sciencedaily, 25 Mei 2010


No comments:

Post a Comment