Sunday, May 8, 2011

Disertasi Psikologi : Penelitian Psikologi tidak selalu Universal

Penelitian sebelumnya telah menemukan kalau mayoritas besar penelitian psikologi yang dipublikasikan di Amerika Serikat berbasis sampel Amerika dan membuang 95 persen populasi dunia. Ketika mahasiswa doktoral Universitas Missouri Reid Trotter memeriksa perfeksionisme dan metode koping dalam kebudayaan Taiwan untuk disertasinya, ia memutuskan untuk bekerjasama dengan seorang mahasiswa pasca sarjana dari Taiwan. Dari kerjasama mereka, mereka menemukan kalau model-model perfeksionisme dan koping tidaklah universal. Trotter berharap pengalamannya akan mendukung lebih banyak peneliti yang mengembangkan hubungan lintas budaya.
“Secara umum, sangat sedikit penelitian lintas budaya di Amerika Serikat,” kata Trotter. “Hal ini menghasilkan pemahaman yang tidak cukup mengenai fungsi psikologis spesies manusia. Penelitian lintas budaya membutuhkan hubungan dengan anggota kebudayaan tersebut yang akan dipelajari. Hubungan ini akan membantu peneliti mengalamatkan titik buta budaya yang mungkin ada dan dapat tidak diinginkan melemahkan studi.”
Sebelumnya, kendala geografis membatasi kemampuan peneliti mengembangkan hubungan ini. Sekarang, teknologi seperti Skype dapat membantu para sarjana memfasilitasi komunikasi dan bekerja menembus kesalah pahaman budaya yang mungkin ada.
“Hubungan lintas budaya membutuhkan kepercayaan dan respek dan seharusnya kolaboratif bukannya hirarkis,” kata Puncky Heppner, professor psikologi pendidikan, sekolah dan konseling di MU College of Education. "Para peneliti harus sadar bila mereka melewati budaya lain dan menyadari kalau kacamata budayanya dapat menyimpangkan situasi.”
Studi-studi sebelumnya yang menggunakan sampel di Amerika Serikat telah menemukan kalau perfeksionis maladaptif melaporkan gangguan psikologi tingkat tinggi, seperti depresi dan kegelisahan, sementara perfeksionis adaptif memiliki kepercayaan diri lebih tinggi dari kelompok lain. Untuk memeriksa validitas model perfeksionisme dan model koping Barat dalam kebudayaan Taiwan, Trotter bekerja sama dengan Hsiao-Pei Chang, seorang mahasiswa doktoral Taiwan dan Li-fei Wang, seorang profesor dari Universitas Normal Taiwan Nasional yang membantu mempertemukan Reid dan Hsiao-Pei. Mereka menemukan kalau penghindaran dan pelepasan koping menentukan perfeksionisme maladaptif, yang pada gilirannya menentukan fungsi psikologis yang gagal. Hal ini kongruen dengan konteks budaya Taiwan yang sangat dipengaruhi oleh kong hu cu, kata Heppner.
Chang dan Trotter berbicara secara konsisten lewat Skype selama beberapa bulan sebelum data dikumpulkan. Bukannya menggunakan survey internet, Chang membantu mengumpulkan data di lokasi di Taiwan. Lalu ia mengirim datanya ke Trotter, sehingga ia dapat menganalisa temuannya dan akhirnya menyelesaikan disertasinya. Chang mampu ikut serta dalam ujian disertasi Trotter di Missouri lewat Skype dan memberikan umpan balik dalam studi ini.
“Rapat Skype memungkinkan mereka bukan hanya membahas pendekatan terbaik untuk mengumpulkan data dalam budaya Konghucu di Taiwan namun juga mengembangkan aliansi kerja lintas budaya yang kuat,” kata Heppner. “Sebagai pribumi Taiwan, Chang mampu menawarkan saran pakar mengenai sejumlah prosedur metodologis, seperti bagaimana mengumpulkan data yang valid dari warga Taiwan secara kompeten budaya dan tidak mengancam dan tipe insentif seperti apa yang harus diberikan.”
Trotter membahas pengalamannya dan temuannya dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika bulan Agustus 2010.
“Kolaborasi saya dengan Chang membantu saya melihat perbedaan budaya dan memahami perpotongan budaya dan psikologi,” kata Trotter. “Saya menemukan kalau perfeksionisme berarti berbeda dalam kebudayaan lain. Studi ini sangat menyarankan kalau model perfeksionisme tidaklah universal.”
Sumber :
ScienceDaily (May 10, 2010)

No comments:

Post a Comment